Kontraksi sebenarnya tidak hanya terjadi pada saat mendekati persalinan. Karena sebagian Ibu hamil sering mengalami kontraksi palsu (Braxton Hicks), yakni kondisi rahim mengencang lalu mengendur. Secara sederhana, rasanya seperti ketika Ibu mengalami kram perut saat menstruasi. Namun, apabila kontraksi terjadi menjelang persalinan, intensitasnya lebih kuat serta frekuensinya pun lebih sering dan lebih lama.
Apabila Ibu mengalami Braxton Hicks atau kontraksi palsu yang kadang terasa dan kadang hilang tak tentu waktu, ini bukan berarti tanda-tanda Ibu akan bersalin. Kontraksi palsu bisa terjadi karena Ibu kelelahan.
Lantas bagaimana membedakan kontraksi yang terjadi selama kehamilan? Untuk itu, sebaiknya Ibu mengetahui beberapa jenis kontraksi, dengan begitu saat terjadi kontraksi Ibu tidak menjadi panik dan khawatir yang berlebihan.
• Kontraksi Dini
Kontraksi jenis ini biasanya terjadi saat awal kehamilan atau pada trimester pertama kehamilan. Kondisi ini terjadi saat tubuh masih sedang dalam proses penyesuaian dengan berbagai perubahan akibat adanya kehamilan. Kontraksi ini terjadi karena meregangnya jaringan ikat di sekitar rahim yang biasanya diikuti oleh perut kembung, sembelit, dan kekurangan cairan. Namun waspadai bila terdapat kontraksi yang menetap disertai dengan adanya bercak, maka segeralah Ibu ke dokter / bidan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
• Kontraksi palsu
Kontraksi palsu atau Braxton-Hicks biasanya sering terjadi pada saat kehamilan memasuki usia 32-34 minggu dan berlangsung selama 30 menit sekali dengan lama kontraksi sekitar 30 detik. Saat mengalami kontraksi Ibu akan mengalami seperti nyeri kram saat menstruasi. Jika kontraksi ini tidak terjadi lama, kemudian intervalnya memendek dan tidak bertambah kuat, maka persalinan tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Cara mengatasi kontraksi palsu ini, Ibu bisa berendam di air hangat untuk meredakannya. Namun bila kontraksi ini semakin kuat dan interval semakin pendek, maka bisa jadi bahwa persalinan akan segera berlangsung.
• Kontraksi ketika berhubungan intim
Pernahkah Ibu mendengar bahwa Ibu hamil tidak boleh melakukan hubungan intim dengan pasangannya? Anjuran ini biasanya untuk Ibu yang sedang hamil muda, yakni di bawah 3 bulan atau pada saat hami tua di atas 8 bulan. Alasannya, karena untuk menghindari keguguran atau lahir prematur.
Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Yang pasti, sperma mengandung hormon prostaglandin. Hormon ini sering menyebabkan kontraksi pada rahim, sehingga dikhawatirkan mencetuskan kejadian abortus (keguguran) atau persalinan prematur.
Lantas bagaimana menyiasatinya? Apakah benar harus “berpuasa”? Tidak juga, hal ini bisa disiasati dengan senggama terputus (coitus interuptus) atau memakai kondom. Sebelum melakukannya, Ibu terlebih dulu bisa mengkonsultasikan hal ini dengan dokter / bidan tentang keadaan kehamilan apakah berisiko atau tidak bila melakukan hubungan intim, termasuk untuk mengetahui adanya riwayat keguguran, riwayat persalinan prematur, riwayat pendarahan vagina yang tidak diketahui penyebabnya, mulut rahim yang lemah, dan sebagainya.
• Kontraksi inersia
Merupakan kontraksi dalam proses persalinan yang lemah, pendek, atau tidak sesuai fase. Hal ini umumnya disebabkan karena kelainan fisik Ibu, seperti kurangnya nutrisi dan gizi saat hamil, anemia, hepatitis atau TBC, dan miom. Ada dua macam kontraksi, yaitu primer dan sekunder. Disebut primer apabila sama sekali tidak terjadi kontraksi sejal awal persalinan. Sedangkan sekunder adalah kontraksi yang awalnya bagus, kuat dan teratur tetapi setelah itu menghilang. Kontraksi ini dapat dilihat melalui evaluasi pembukaan mulut rahim dan ketuban.
• Kontraksi sesungguhnya
Kontraksi sebenarnya terjadi menjelang persalinan, yakni saat Ibu memasuki kehamilan 36 minggu saat bayi mulai turun ke tulang panggul lebih dalam. Akibatnya, timbul desakan di kandung kemih, panggul dan vagina. Saat inilah muncul kontraksi sungguhan, di mana Ibu sudah waktunya untuk melahirkan. Kontraksi ini biasanya berlangsung 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20 sampai 40 detik. Frekuensinya pun meningkat hingga lebih dari 5 kali dalam 10 menit. Hal ini disertai pula dengan keluarnya lendir bercampur darah, pecahnya ketuban, serta dorongan ingin mengejan. Jika kurang yakin ini kontraksi sungguhan, berendamlah di air hangat. Kontraksi sungguhan akan menguat di air hangat. Atau Ibu bisa segera melakukan pemeriksaan ke bidan atau dokter untuk memastikan lengkap tidaknya pembukaan dan kapan dimulainya proses persalinan.
Kini Ibu bisa membedakan kontraksi persalinan selama kehamilan. Ingat ya Bu, bila Ibu merasakan kontraksi jangan lupa untuk mencatat kapan kontraksi itu mulai dan berakhir, seberapa kuat dan di bagian tubuh yang mana Ibu merasakan tekanan atau ketidaknyamanan. Hal ini sangat penting untuk menilai kemajuan persalinan. Namun bila Ibu masih merasa ragu, Ibu bisa segera menghubungi dokter atau bidan. Semoga kehamilan Ibu tetap baik dan sehat.