Motherhood is one of the greatest adventures that a woman will experience but it doesn’t come without its challenges.You know you’re a mother when your child throws up and you run to catch it before it hits the rug. We grow, deliver and nourish our babies and then worry about them for the rest of our lives

Tuesday, March 29, 2016

Perjalanan Infeksi HIV


Perjalanan Infeksi HIV:

  • HIV memasuki tubuh seseorang, tubuh  terinfeksi dan virus mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4 dan makrofag).
  • Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan menghasilkan antibodi untuk HIV. 
  • Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah selama 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window period). Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih negatif. 
  • Hampir 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini, di mana gejala dan tanda yang biasanya timbul adalah: demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk. 
  • Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap tanpa gejala dan tanda (asimtomatik) untuk jangka waktu cukup panjang bahkan sampai 10 tahun atau lebih, dapat menularkan infeksinya kepada orang lain. 
  • Kita hanya dapat mengetahui bahwa orang tersebut terinfeksi HIV dari pemeriksaan laboratorium antibodi HIV serum. 
  • Human immunodeficiency virus (HIV) dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui (1) hubungan seksual, (2) penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi HIV, dan (3) penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin dalam kandungannya, yang dikenal sebagai Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA)."


Kebijakan Pelaksanaan pelayanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak {PPIA}


Kebijakan integrasi Pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) meliputi:
1. PPIA diintegrasikan pada layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), dan konseling remaja di setiap jenjang pelayanan kesehatan dengan ekspansi secara bertahap, dengan melibatkan peran swasta serta LSM.
2. Pelaksanaan kegiatan PPIA terintegrasi dalam pelayanan KIA merupakan bagian dari Program Nasional Pengendalian HIV-AIDS dan IMS.
3. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA, KB, dan kesehatan remaja harus mendapat informasi mengenai PPIA.
4. Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua ibu hamil secara inklusif
5. Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV diprioritaskan  ibu hamil dengan IMS dan TB
6. Untuk daerah yang belum mempunyai tenaga kesehatan yang mampu atau berwenang, dilakukan dengan:
a) Merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan HIV yang memadai;
b) Pelimpahan wewenang (task shifting) kepada tenaga kesehatan yang terlatih. Penetapan daerah yang memerlukan task shifting petugas dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat.
7. Setiap ibu hamil yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan mendapatkan pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan lebih lanjut (PDP).
8. Kepala Dinas Kesehatan merencanakan ketersediaan logistik (obat dan pemeriksaan tes HIV) berkoordinasi dengan Ditjen P2PL, Kemenkes.
9. Pelaksanaan pertolongan persalinan harus memperhatikan indikasi obstetrik ibu dan bayinya serta harus menerapkan kewaspadaan standar.
10. Sesuai dengan kebijakan maka pemberian ASI secara ekslusif selama 0-6 bulan, maka ibu dengan HIV perlu mendapat konseling laktasi dengan baik sejak perawatan antenatal pertama. Namun apabila ibu memilih lain (pengganti ASI) maka, ibu, pasangan, dan keluarganya perlu mendapat konseling makanan bayi yang memenuhi persyaratan teknis.


Penularan HIV dari ibu ke anak

Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui infeksi in utero, saat proses persalinan, dan melalui pemberian ASI.
Faktor maternal dan eksternal yg mempengaruhi transmisi HIV ke bayi:
Virus dan sel imun pada trisemester pertama
  • Kelahiran prematur
  • Penurunan sel imun (CD4+) pada ibu dan tingginya RNA virus dapat meningkatkan resiko penularan HIV dari ibu ke anak.
  • Kekurangan vitamin A dapat meningkatkan risiko infeksi HIV. 
Risiko penularan perinatal dapat dilakukan dengan:
  • Persalinan secara caesar
  • Tidak memberikan ASI 
  • Pemberian AZT pada masa akhir kehamilan dan setelah kelahiran bayi


Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yang meliputi empat pilar (4 prong), yaitu:
1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) (Langkah dini/ pencegahan primer). 
2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif
3. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya
4. Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya
"Pencegahan primer bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku hubungan seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual berisiko maka penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh pasangannya yang terinfeksi HIV."
3 faktor utama penularan HIV dari ibu ke anak:
1. Faktor Ibu
• Jumlah virus (viral load)sgt beresiko jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
• Jumlah sel CD4 (Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar, maka status gizi vitamin & mineral selama hamil sangat penting dijaga
• Penyakit infeksi selama hamil (sifilis, infeksi menular seksual,malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi).
• Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI"

2. Faktor obstetrik (saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir)
• Jenis persalinan( per vaginam lebih besar daripada seksio sesaria).
• Lama persalinan (Semakin lama  risiko penularan HIV semakin tinggi, karena semakin lama kontak antara bayi darah dan lendir ibu)
• Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinanberisiko 2 kali lipat 
• Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps berisiko karena berpotensi melukai ibu/ bayi."

3. Faktor Bayi
• Usia kehamilan dan berat badan bayi (Bayi lahir prematur/BBLR rentan tertular HIV karena sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan baik
• Periode pemberian ASI (Semakin lama resiko penularan semakin besar).
• Adanya luka di mulut bayi berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI





Sunday, March 20, 2016

Bagaimana Mencegah Penularan HIV dari Ibu ke Anak


Tujuan program pencegahan transmisi HIV dari orang tua ke anak, untuk mencegah penyebaran virus dari seorang ibu kepada anaknya melalui obat anti-retroviral (ARV) dan konseling.
Manfaat dari program pencegahan transmisi dari ibu ke anak, mendapatkan sesi konseling bulanan di Puskesmas setempat dengan konselor yang telah dilatih secara khusus. Sesi ini antara lain memberikan informasi tentang kehamilan, diet, olahraga, menyusui dan HIV/AIDS.

HIV merupakan virus penyebab AIDS, dapat menular dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya yang baru lahir. Organisasi kesehatan Dunia (WHO)  menyebutkan, sampai 30% bayi lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan tertular HIV kalau ibunya tidak memakai terapi antiretroviral (ART). Antara 5-20% lagi dapat tertular melalui air susu ibu (ASI). Ibu dengan viral load HIV yang tinggi lebih mungkin menularkan infeksi pada bayinya, risiko penularan pada bayi sangat amat rendah bila viral load ibu di bawah 1000 waktu melahirkan.

Walaupun janin dalam kandungan dapat terinfeksi, sebagian besar penularan terjadi waktu melahirkan atau melalui menyusui. Bayi lebih mungkin tertular jika persalinan berlanjut lama. Selama proses kelahiran, bayi dalam keadaan berisiko tertular oleh darah ibunya.

Harus diketahui bahwa seorang laki-laki dengan HIV tidak bisa menularkan virusnya langsung pada bayi. Namun laki-laki tersebut dapat menularkan pasangan perempuan waktu berhubungan seks untuk membuat anak.

Bila ibu baru tertular HIV pada akhir masa kehamilan, viral loadnya akan sangat tinggi waktu melahirkan anak, yang berarti risiko bayi terinfeksi HIV waktu lahir paling tinggi. Oleh karena itu pasangan laki-laki terinfeksi HIV harus menghindari hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan perempuan yang HIV-negatif waktu dia hamil.

Bila seorang ibu berperilaku berisiko penularan HIV selama kehamilan, sebaiknya dia dites HIV pada setiap trimester dan tiga bulan setelah berperilaku berisiko

Cara Mencegah Penularan HIV dari Ibu-ke-Bayi 
  • Air mani dari seorang laki-laki terinfeksi HIV dapat ‘dicuci’, untuk memisahkan spermanya dari cairan yang mengandung HIV. Dengan cara ini, sperma dapat dipakai untuk membuahkan perempuan tanpa risiko dia akan terinfeksi, Tindakan ini efektif tetapi sangat mahal.
  • Bila ibu tidak terinfeksi, pasti bayi tidak terinfeksi. Status HIV bayi tidak terpengaruh oleh status HIV ayahnya. enggunaan ART: Risiko penularan sangat rendah bila ART dipakai oleh ibu waktu hamil dan melahirkan. Angka penularan hanya 1–2% bila ibu memakai ART.
  • Pedoman terbaru di Indonesia mengusulkan semua ibu hamil memakai ART. Bayi diberi satu AZT pas setelah lahir, dengan AZT diteruskan 2xsehari selama 6 minggu. Dengan cara ini, angka penularan dapat ditekan menjadi di bawah 2%.
  • Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya: Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko penularan. Bila ibu memakai ART dan mempunyai viral load di bawah 1000, risiko hampir nol. 
  • Ibu dengan viral load tinggi dapat mengurangi risiko dengan melahirkan melalui bedah Sesar.
  • Makanan bayi: Sampai 15% bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi. Risiko ini dapat dihindari jika bayinya diberi pengganti ASI (PASI, atau formula). Namun jika PASI tidak diberi secara benar, risiko lain pada bayinya menjadi semakin tinggi.
 Oleh karena itu, usulan di Indonesia adalah agar semua bayi disusui secara eksklusif selama enam bulan pertama, kemudian diganti dengan formula secara eksklusif. Namun, jika PASI dapat diberi secara eksklusif (bayi tidak disusui sama sekali) dan aman terus-menerus, dengan formula dilarutkan dengan air bersih, dan ada biaya untuk memastikan formula dapat diberikan dalam jumlah yang cukup, pilihan untuk memberi PASI dapat dipertimbangkan.

Cara mengetahui jika Bayi Terinfeksi:
  • Bayi diwarisi antibodi dari ibunya, untuk melindungi dia dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, sebelum sistem kekebalan tubuh sudah berfungsi secara penuh. 
  • Hal itu berarti bayi yang terlahir oleh ibu HIV-positif pasti mempunyai antibodi terhadap HIV, apakah dia terinfeksi HIV atau tidak. 
  • Antibodi itu mulai hilang pada usia 9 bulan, tetapi dapat tertahan sampai dengan usia 18 bulan. Oleh karena itu, hasil tes HIV pada bayi tersebut pasti akan menunjukkan hasil positif, walau kemungkinan besar bayi ternyata tidak terinfeksi.
 Kesehatan Ibu
Penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan terinfeksi HIV yang hamil tidak menjadi lebih sakit dibandingkan yang tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak berpengaruh pada kesehatan perempuan HIV-positif. Justru ada bukti bahwa ibu HIV-positif menjadi lebih sehat setelah kehamilan.

Pertimbangan bila akan mulai ART, atau sudah memakai ART sebelum menjadi hamil, seorang ibu hamil sebaiknya mempertimbangkan beberapa masalah yang dapat terjadi terkait ART:
  •  Jangan memakai ddI bersama dengan d4T dalam ART-nya karena kombinasi ini dapat menimbulkan asidosis laktik dengan angka tinggi.
  • Hindari penggunaan efavirenz selama trimester pertama kehamilan.
  • Bila jumlah CD4-nya lebih dari 250, jangan mulai memakai nevirapine.
Alasan mengusulkan perempuan tidak mulai ART pada trimester pertama kehamilan:
  • Resiko dosis dilewatkan akibat mual dan muntah selama awal kehamilan, dengan risiko mengembangkan resistansi terhadap obat yang dipakai.
  • Risiko obat mengakibatkan anak cacat lahir, yang tertinggi pada trimester pertama. Tidak ada bukti terjadi cacat lahir akibat penggunaan ARV, kecuali dengan efavirenz.
Ada kekhawatiran ART dapat meningkatkan risiko kelahiran dini atau bayi lahir dengan berat badan rendah.Namun pedoman saat ini tidak mendukung penghentian ART oleh ibu hamil. Jika kita terinfeksi HIV dan hamil, atau ingin hamil, sebaiknya kita bicara dengan dokter tentang pilihan menjaga kesehatan sendiri, dan mengurangi risiko bayi kita terinfeksi HIV atau cacat lahir.

Garis Dasar
  • Seorang perempuan terinfeksi HIV yang menjadi hamil harus memikirkan kesehatan dirinya sendiri dan kesehatan bayinya. Menjadi hamil tampaknya tidak memburukkan kesehatan ibu.
  • Risiko bayinya terinfeksi HIV waktu lahir dapat dikurangi menjadi sangat rendah jika ibu dan bayi yang baru lahir memakai terapi jangka pendek selama persalinan.
  • Risiko cacat lahir akibat penggunaan obat apa pun tertinggi jika obat dipakai pada trimester pertama. Jika kita memutuskan untuk berhenti memakai beberapa obat selama kehamilan, mungkin hal ini memburukkan kesehatannya.