Air susu ibu (ASI) memang makanan pokok dan terlezat untuk bayi. Kemurnian gizinya tak tergantikan oleh susu formula. Namun bagi kaum ibu yang mengalami kendala pada air susunya, kepastian hukum jual-beli ASI masih kontroversi.Li Jun, laki-laki dari etnik Hanyang, Cina, itu tak ingin ASI milik isterinya terbuang percuma. Ia menjual ASI sang isteri lewat internet. Selain dagang, motivasi Li Jun rupanya juga berangkat dari rasa cemas kaum ibu di Cina akibat kandungan melamin susu formula pada Oktober-November 2008 lalu yang telah menelan korban empat balita.Lagian, ASI milik isteri Li Jun saat itu memang sedang berlimpah. Menurut Li Jun pada Koran Chuting Golden Daily, nafsu makan sang isteri bertambah pasca melahirkan. Li Jun mengaku, isterinya mampu menghasilkan sekitar 200 mili liter (ml) ASI tiap jam. “Ini terlalu banyak untuk bayi perempuan kami,” ujar
Langkah serupa juga ditempuh oleh Jimandy Wu, warga wilayah Chongqing, Cina. Tina Huang, isterinya, juga menjual ASI di RS Chongqing. Bahkan, dagangan ASI milik Tina Huang benar-benar mendulang untung secara yuan (mata uang Cina).
Bagaimana tidak. Saat Tina bekerja sebagai sekretaris, pengasilan per bulan-nya 1.000 yuan (sekitar Rp 1,4). Namun saat ia beralih ke profesi pedagang ASI, penghasilannya meroket menjadi 12.000 yuan (sekitar Rp 16 juta) per bulan. Wow.
Di Indonesia, praktik jual-beli ASI tabu. Tetapi kalau sebatas membantu menyusukan bayi orang lain, terutama antar tetangga di perkampungan, marak terjadi. Ketika balita tetangganya rewel misalnya, atau sang ibu menitipkan bayi karena beranjak ke sawah, solidaritas itu masih tertanam kuat. Apalagi bila sang ibu jatuh sakit. Nah, tetangganya yang juga sama-sama sedang menyusui bayi, tak segan-segan menawarkan jasa untuk menenangkan atau merawat bayi yang dititipkan. Bila rewel, cara yang paling jitu tentu menetekinya. Adapun konsekunsi hukumnya, tak terpikirkan.
Pasal 8 UU No.1/1974 tentang Perkawinan, juga melarang perkawinan saudara sepersusuan. Kalau secara medis, perkawinan demikian terlarang karena air susu yang dihisap bayi dari satu ibu akan menjadi darah dan tulang sehingga membentuk hubungan darah laiknya saudara kandung.
Meskipun demikian, bukan berarti apa yang tertera dalam teks-teks hukum yang bersumber dari nash sudah final. Sebab, baik para ulama klasik maupun kontemporer juga bersilang pendapat mengenai hukum tali sepersusuan ini.
Baru-baru ini, tanggal 1-2 Agustus lalu, di Hotel Novotel, Bogor, pro-kontra pendapat fiqh itu juga terangkat dalam lokarya ASI. Lokarya ini digelar menyambut hari pertama pekan ASI sedunia. Dan setelah sempat mencuat 2004-2008 lalu, gagasan perlunya bank ASI didirikan muncul kembali dalam acara tersebut. Dalam lokarya itu, para ahli perinatologi (ilmu kesehatan janin dan kesehatan bayi) mengakui, kontroversi bank ASI didirikan di tanah air juga mengikuti multi tafsir hukum syariah ikhwal persusuan. ASI, bukanlah barang haram.
“Jangankan DNA, KTP (Kartu Tanda Penduduk) saja masih krusial. Mungkin bisa dilakukan bertahap bila Single Identity Number (SIN) atau nomor identitas tunggal kita telah berjalan baik. Dalam SIN itu kan memuat semua data pribadi pemiliknya,” ungkap Joni kepada FORUM, Kamis pekan lalu. ASI yang dikemas pada Bank ASI dicantumkan label secara jelas dan lengkap. Lebel itu bukan saja memuat identitas pemilik ASI, tetapi juga identitas suami, termasuk alamat tempat tinggal keluarga si pemilik ASI.
No comments:
Post a Comment